Social Media

Perjumpaan Saya dengan Paus Fransiskus

Tak terasa akhirnya masa studi dialog lintas agama selama satu semester di Roma dan Vatikan selesai.

Sebagaimana yang pernah saya tuliskan melalui laman gusdurian.net (Sepenggal Perjalanan Saya di Kota Roma: Yesus, Islam, dan Cinta). Di awal keberangkatan saya ke Italia, sejak awal studi saya ini dibiayai oleh Yayasan Nostra Aetate milik Dewan Kepausan untuk Dialog Lintas Agama Pemerintah Takhta Suci Vatikan.

Mata kuliah yang saya ambil di sini berkaitan dengan agama-agama, terkhusus agama-agama besar dunia. Namun saya tidak mau melewatkan kesempatan yang Tuhan berikan ini. Mumpung saya berada di pusat kekatolikan dunia, maka saya putuskan pula untuk mengambil mata kuliah yang berkaitan dengan kekristenan terkhusus Katolik, baik sejarah hingga dogmanya.

Saya bukan dalam tujuan untuk berpindah agama, namun saya hanya ingin mengetahui lebih lanjut tentang kekristenan yang selama ini saya rasa ada beberapa hal yang salah pengertian.

Di Roma, berdasarkan pengalaman saya, mempelajari kekristenan adalah hal yang lumrah dan justru banyak dilakukan. Sebab dengan mempelajari apa yang orang lain yakini selain dapat menambah wawasan, juga dapat sedikit banyak membuka cakrawala pemikiran kita bahwa ternyata beberapa hal tak seperti yang dikira sebelumnya.

Studi saya resmi selesai pada hari Selasa 25 Juni 2019 usai saya presentasi di hadapan President Dewan Kepausan untuk Dialog Lintas Agama di Vatikan.

Salah satu hal yang berharga adalah pertemuan saya dengan pemimpin gereja Katolik Roma, yaitu Paus Fransiskus. Sebagai bagian dari Jaringan GUSDURian, saya merasa bahagia karena sebelumnya Gus Dur dan Ibu Shinta juga pernah bertemu dengan pemimpin gereja Katolik seluruh dunia ini. Namun kala itu Sri Pausnya adalah Paus Yohanes Paulus II.

Bagi saya Paus Fransiskus adalah salah satu tokoh yang sangat progresif dan beberapa kebijakan beliau mungkin bagi sebagian orang mengagetkan. Beliau juga memiliki concern yang cukup besar dalam ranah dialog lintas agama. Salah satu buktinya adalah ditandatanganinya dokumen human fraternity oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar di UAE beberapa waktu lalu.

Ketika bertemu Paus tanpa ragu-ragu saya minta beliau untuk mendoakan saya dan mendoakan perdamaian baik untuk Indonesia dan dunia. Saya menyadari hal tersebut menuai pro dan kontra. Tapi tidak masalah bagi saya. Sebagaimana kata Gus Dur, bahwa perbedaan pendapat itu penting, tetapi pertentangan dan perpecahan adalah malapetaka.

Penggerak Komunitas GUSDURian Semarang, Jawa Tengah.